Kaji Ulang KRIS Satu Ruang Perawatan (2024)

OpiniKaji Ulang KRIS Satu Ruang...

Iklan

Pemerintah harus melibatkan masyarakat peserta JKN dalam pembuatan regulasi KRIS ke depan.

Oleh

TIMBOEL SIREGAR

· 4 menit baca

Kaji Ulang KRIS Satu Ruang Perawatan (1)

Presiden telah menandatangani Perpres Nomor 59/2024 tentang Perubahan Ketiga Perpres Nomor 82/2018 pada 8 Mei 2024. Ada beberapa pasal yang diubah secara substansial, ada yang diubah sebatas redaksional, dan ada ketentuan baru, seperti kelas rawat inap standar (KRIS) yang menimbulkan polemik.

Pasal yang diubah secara substansial antara lain Pasal 42, yaitu perubahan perhitungan pembayaran denda pelayanan untuk rawat inap tingkat lanjut (RITL), yang hanya dikenakan sekali dalam rentang waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif, walaupun peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu mendapat perawatan RITL berulang kali.

Dalam ketentuan sebelumnya, peserta harus membayar denda setiap kali mendapat pelayanan RITL. Pada Pasal 42, denda maksimal juga diturunkan dari Rp 30 juta menjadi Rp 20 juta.

Pasal 27 tentang penjaminan peserta yang ter-PHK, pada Ayat (3a) mengamanatkan dalam hal pemberi kerja tidak membayarkan iuran, tunggakan iuran wajib dibayarkan oleh pemberi kerja kepada BPJS Kesehatan dan pekerja beserta keluarga tetap memperoleh hak manfaat pelayanan kesehatan.

Baca juga: Pemerintah Tak Danai RS Swasta untuk Menerapkan KRIS

Ketentuan baru ini lebih menegaskan penjaminan JKN kepada pekerja (dan keluarga) yang dalam proses PHK.

Pasal 32 mengatur batas bawah upah peserta penerima upah (PPU) di sektor mikro dan kecil untuk pembayaran iuran JKN, yang dikecualikan dari ketentuan upah minimum yang ditetapkan gubernur. Pemerintah akan menetapkan batas bawah upah itu setelah dilakukan kajian aktuaria.

Dengan ketentuan baru ini, diharapkan lebih banyak pekerja sektor mikro dan kecil yang terdaftar sebagai PPU sehingga eligible menjadi peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan mendapat penjaminan maksimal enam bulan jika di-PHK.

Kaji Ulang KRIS Satu Ruang Perawatan (2)

Pasal 7 Ayat (6) Perpres No 82/2018 dihapus, tetapi isinya diubah dan diatur kembali pada Pasal 7 Ayat (4) Perpres No 59/2024 dengan ketentuan BPJS Kesehatan dapat melakukan pemindahan peserta ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) lain setelah mendapatkan persetujuan dari peserta. Ketentuan baru ini menegaskan kewenangan peserta JKN untuk memilih FKTP.

Yang diubah sebatas redaksional tanpa adanya perubahan substansi, antara lain dalam Pasal 48 Ayat (4) ditambah kata yang, dalam Pasal 52 Ayat (1) huruf m ditambah kata serta, dan dalam Pasal 52 Ayat (3) kata gangguan diubah jadi pelayanan.

Potensi masalah

Salah satu ketentuan baru yang menjadi polemik adalah tentang KRIS. Mengacu Pasal 103B Ayat (1) Perpres No 59/2024, KRIS akan dilaksanakan menyeluruh 1 Juli 2025 untuk rumah sakit (RS) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Saat ini pelaksanaan KRIS dilakukan bertahap. Selama proses penahapan ini, pelayanan kelas 1, 2, dan 3 di RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berjalan seperti biasa.

Walau Perpres No 59/2024 tak mengatur secara eksplisit KRIS sebagai satu ruang perawatan, narasi dan uji coba KRIS yang selama ini disampaikan pemerintah adalah KRIS satu ruang perawatan dengan maksimal empat tempat tidur. Ini kemungkinan besar diterapkan per 1 Juli 2025.

BPJS Watch mendorong penerapan KRIS dengan menstandardisasi ruang perawatan kelas 1, 2, dan 3, bukan menetapkan KRIS satu ruang perawatan.

Tentunya 12 kriteria KRIS yang diamanatkan Pasal 46A adalah baik untuk meningkatkan mutu layanan nonmedis. Namun, apabila pemerintah menerapkan KRIS satu ruang perawatan, ada potensi masalah akan muncul saat pelaksanaan.

Pertama, pelaksanaan KRIS berpotensi menghambat akses peserta JKN pada ruang perawatan. Pelaksanaan KRIS akan merujuk pada Pasal 18 PP No 47/2021 tentang Penyelenggaraan Perumahsakitan, yang mengamanatkan jumlah tempat tidur rawat inap untuk pelayanan KRIS paling sedikit 60 persen dari semua tempat tidur untuk RS milik pemerintah dan 40 persen dari semua tempat tidur untuk RS swasta.

Kehadiran Pasal 18 ini berpotensi membatasi akses peserta JKN ke ruang perawatan RS, dengan beberapa risiko, yaitu peserta JKN akan mencari sendiri ruang perawatan ke RS lain (tanpa kepastian), jadi pasien umum dengan membayar sendiri biaya perawatan, atau membayar selisih biaya naik kelas ruang perawatan di luar KRIS. Out of pocket akan lebih banyak terjadi dan lebih besar biayanya.

Kedua, iuran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, yang disebut peserta mandiri, akan menjadi tunggal. Iuran tunggal ini akan membiaskan prinsip gotong royong di JKN, yang berpotensi menurunkan pendapatan iuran JKN (peserta kelas 1 dan 2 akan membayar iuran lebih rendah), dan akan meningkatkan peserta yang menunggak iuran karena peserta kelas 3 membayar iuran lebih tinggi.

Ketiga, RS swasta akan mengalami kesulitan dana untuk merenovasi ruang perawatan kelas 1, 2, dan 3 menjadi satu ruang perawatan. Berbeda dengan RS pemerintah yang mendapat dana dari APBN atau APBD. Jika RS swasta tak mampu memenuhi ketentuan KRIS paling lambat 30 Juni 2025, ke depan akan terjadi pemutusan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan ini akan menurunkan akses peserta ke RS.

Kaji Ulang KRIS Satu Ruang Perawatan (3)

Keempat, akan muncul ketidakpuasan dari PPU swasta dan pemerintah yang selama ini mendapat ruang perawatan kelas 1 atau 2. Iuran mereka tetap 5 persen, tetapi pelayanan ruang perawatan menurun.

Pemerintah harus melibatkan masyarakat peserta JKN dalam pembuatan regulasi KRIS ke depan, khususnya jumlah ruang perawatan dan iuran. Mengacu Pasal 96 UU No 13/2022, diharapkan masyarakat proaktif memberi masukan.

BPJS Watch mendorong penerapan KRIS dengan menstandardisasi ruang perawatan kelas 1, 2, dan 3, bukan menetapkan KRIS satu ruang perawatan. Ini untuk memastikan prinsip gotong royong tetap terimplementasi, akses mudah peserta JKN tanpa out of pocket, rumah sakit lebih mudah menyelaraskan KRIS, dan meminimalkan ketidakpuasan PPU.

Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Sekjen OPSI-KRPI

Kaji Ulang KRIS Satu Ruang Perawatan (4)

Editor:

SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN

Bagikan

bpjs jaminan kesehatan nasional rumah sakit analisis timboel siregar utama kelas rawat inap standar SDGs SDG11-Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan SDG03-Kehidupan Sehat dan Sejahtera SDG02-Tanpa Kelaparan SDG01-Tanpa Kemiskinan SDG07-Energi Bersih dan Terjangkau

Kaji Ulang KRIS Satu Ruang Perawatan (2024)
Top Articles
Latest Posts
Article information

Author: Dr. Pierre Goyette

Last Updated:

Views: 6245

Rating: 5 / 5 (70 voted)

Reviews: 93% of readers found this page helpful

Author information

Name: Dr. Pierre Goyette

Birthday: 1998-01-29

Address: Apt. 611 3357 Yong Plain, West Audra, IL 70053

Phone: +5819954278378

Job: Construction Director

Hobby: Embroidery, Creative writing, Shopping, Driving, Stand-up comedy, Coffee roasting, Scrapbooking

Introduction: My name is Dr. Pierre Goyette, I am a enchanting, powerful, jolly, rich, graceful, colorful, zany person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.